Warga penerima kebun sawit seluas 1,8 Hektar Senama Nenek di Kampar mempertanyakan hasil Kebun oleh KNES bekerja sama dengan PTPN V seluas 2800 Hektar
KAMPAR – RIAU || MuaraMars.com || Pembagian kebun kelapa sawit seluas 2.800 hektare oleh Presiden Jokowi kepada masyarakat di Desa Senama Nenek, Kampar kini menimbulkan masalah baru. Kebun sawit produktif eks PTPN V (sekarang PTPN IV Sub holding Palmco) itu, pada 26 Desember 2019 silam dibagi-bagi secara gratis lewat mekanisme Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Kini, masyarakat yang mendapatkan kebun sawit mempertanyakan pengelolaannya oleh Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES) bekerja sama dengan PTPN IV.
” ironisnya warga setempat menilai hasil yang diperoleh dari kebun Koperansi Nenek Eno Senama Nenek sangat kecil, tidak sesuai luas kebun, padahal tiap warga mendapat masing-masing 1,8 hektare.
Ketua Tim TAPAK Riau, Suroto SH menyatakan, pengelolaan kebun oleh KNES menimbulkan tanda tanya. Sebab masyarakat pemilik kebun sama sekali tidak pernah memberikan persetujuan atau kuasa kepada KNES atau PTPN V untuk mengelola kebun sawit tersebut.
“Masyarakat pemilik kebun juga merasa tidak pernah mendaftar menjadi anggota Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES),” terang Suroto, Jumat (18/10/2024).
Ia menyebut, dari total 2.800 ha lahan yang dibagikan ke masyarakat, ada sekitar 2.100 ha kebun sawit produktif. Namun, selama dikelola KNES, pengelolaan keuangan hasil panen kebun sangat tidak transparan.
Warga hanya menerima uang hasil kebun dari KNES rata-rata hanya sebesar Rp 900 ribu per bulan per kapling dengan luasan 1,8 ha. Bahkan pada bulan September 2023, masyarakat cuma menerima bagi hasil panen Rp 350 ribu
Jumlah itu menurut Suroto sangat tidak masuk akal. Perhitungan masyarakat pemilik kebun, seharusnya mereka bisa mendapatkan pembagian hasil panen sebesar Rp 4 juta sampai Rp 4,5 juta per bulan.
“Mau makan apa masyarakat dengan hasil panen sebesar itu,” ungkap Suroto yang merupakan kuasa hukum masyarakat.
Ia mengkalkulasi uang hasil panen kebun seluas 2.100 ha sejak tahun 2020. Jika hasil panen sawit tiap bulan per hektarnya rata-rata 3 ton, maka dengan luasan kebun 2.100 ha, hasil panen per bulan sekitar 6.300 ton. Jika harga rata-rata harga sawit per kilogram Rp. 2800, maka jumlah uang hasil panen per bulannya bisa mencapai Rp 17.640.000.000.
“Jika dihitung dari awal 2020 sampai dengan sekarang, maka uang hasil panen yang dikelola oleh KNES bekerjasama dengan PTPN V angkanya sangat fantastis mencapai Rp. 1.058.400.000.000 (Rp 1 triliun lebih),” terangnya.
Warga, kata Suroto, makin curiga karena Ketua KNES, Alwi pada tahun 2021 lalu pernah menyebut kalau koperasi berutang sebesar Rp 68.555.000.000 (Rp 68 miliar lebih). Yang mana pembayaran utang tersebut dibebankan kepada hasil panen kebun masyarakat.
“Padahal masyarakat tidak pernah tahu untuk apa kegunaan utang tersebut dan masyarakat tidak pernah diberikan rincian utang oleh Ketua KNES Alwi, meskipun sudah berkali-kali diminta oleh masyarakat,” kata Suroto.
Masyarakat melalui ninik mamak Datuk Bandaharo, kata Suroto, telah melaporkan masalah pengelolaan kebun sawit itu kepada Pemkab Kampar, Dinas Koperasi Kabupaten Kampar, Polres Kampar, Pemprov Riau dan Polda Riau.
“Akan tetapi semua instansi tersebut seakan tutup mata dan tidak mau ambil pusing dengan persoalan yang dihadapi masyarakat Desa Senama Nenek. Padahal para pemilik kebun tersebut adalah masyarakat yang harusnya dilindungi dan diayomi,” kata Suroto. (Tim)
Penulis : Umar Ocu
Sumber : Konfirmasi