“Aku lahir di lingkungan baru, awalnya kurang memperoleh perhatian, dengan kerja keras terus tumbuh dan menjadi “anak emas”, namun akhir-akhir ini saya seperti anak penyandang durhaka”
Aku lahir disini sebagai ujicoba kehidupan baru karena sejatinya orang tuaku dari negara yang jauh sekali, hutan belantara Afrika. Ternyata aku bisa bertahan, aku hidup sehat, tumbuh sempurna sehingga aku mulai dipelihara dan dikembangkannya. Dalam hatiku bertanya, kenapa aku dibawa dan di uji coba di tempat baru ini, untuk apa, untuk siapa? Sejatinya di tempat asalku, keluarga besarku, hingga kini nyaman-nyaman saja dan tidak menjadi gunjingan siapa-siapa?
Aku lahir di sini dan pada awal kurang diperhatikan dan barangkali agak terlantar. Aku tumbuh kuat dan pada akhirnya beberapa orang melirikku, memeliharaku, bahkan mengembanganku. Aku tumbuh dewasa dan sangat cepat, menjadikan aku dapat julukan baru si “Anak Emas, si Pohon Emas”
Dalam 20 tahun lalu terakhir sebagai anak emas, bak tumbuh sebagai gadis desa nan molek semua menginginkanku, ingin merawatku, memujaku, dan menjadi rebutan.
Namun 15 tahun terakhir aku di-iri-kan oleh bangsa-bangsa lainnya yang memelihara temanku, si kedelai, rapeseed, bunga matahari, kanola dan lainnya. Bahkan karena sangat “iri-nya: mereka menyebar isu-isu, menghujatnya sebagai pembawa kerusakan alam, penyebab tambahnya panas bumi, boros konsumi air dan lainnya.
Suatu saat ada yang meneliti dan membandingkan nya, ternyata akulah yang paling produktif, tidak boros lahan, tidak boros air tidak lebih merusak alam. Bahkan berkontribusi dalam pembangunan dan kesejahteraan umat manusia.meberikan makan dan energi bagi bangsa-bangsa dengan murah dan melimpah. Namun mereka terus-menerus mencari cara untuk kekurangan-kekuranganku, dan terus menerus menebar isu. Sebenarnya aku sangat marah… apa yang sebenarnya mereka inginkan?
Aku berjuang mengatasi isu dan hujatan bangsa lain yang iri kepada ku, aku kuat, aku mulai berhasil, aku tegap menatap masa depan, ini menambah bangga orang yang merawatku.
Namun setahun terakhir, sungguh aku “sangat sedih”, sungguh hatiku menjadi pilu. Keluarga besar di rumahku, teman-temanku, tetangga rumahku, mulai mempertanyakan dan ikut-ikutan menghujatku? Apa yang sebenarnya yang terjadi. Apakah aku di-iri-kan oleh keluargaku, teman-temanku, tetanggaku, tanah airku yang baru?
Ya aku dihujat di lingkungan rumah ku sendiri, dipertanyakan keabsahan tempat tinggal kehidupan ku, dipertanyakan peran dan konrtribusiku, dikaitkan dengan isu-isu merusak alam dan menempati lahan haram tempat hidupku, diributkan dengan kontribusiku memberikan energi terbarukan biodiesel hasil turunanku, diributkan sebagai sumber pemiskinan karena harga minyak goreng yang sebenarnya aku nggak tau dan oleh karena bangsa lain saat ini jauh menghargaiku?
Mereka mulai manafikan keberhasilan dari kerja kerasku, bagaimana aku telah berhasil mensejahterakan keluarga besarku, menggerakkan ekonomi tetangga dan lingkungan wilayahku, mengisi kantung negaraku, memberikan pangan minyak nabati murah bangsa dunia, memberikan energi terbarukan bagi bangsa dunia
Ada apa sebenarnya, apakah ini bentuk ke-iri-an dalam rumah dan lingkunganku?
Saat ini aku merasa “di-cap, di label” seperti anak durhaka, yang harus dibersihkan, disucikan, dan bahkan dibuang sementara, atau mungkin perlu “di-ruwat tolak bala”.
Apabila awal ramadan masih terbersit harapan kebahagiaan untuk keluarga besarku, yang selama dua kali ramadhan tertinggalkan. ramadhan tahun ini aku ingin memberikan harapan dan kebahagian baru…. Sayang, ternyata aku “gagal atau digagalkan” untuk memberikan kebahagian itu. Maafkan aku keluarga besarku, tetanggaku, teman-temanku.
Ya, kemarin dan hingga kini aku masih dihujat oleh bangsa lain, saat ini aku dihujat di rumah dan bangsaku sendiri….Tuhan kuatkan aku. Aku berjanji akan tetap tumbuh dan bemanfaat bagi sesama.
Tuhan… aku hanya ingin hidup normal, berikan petunjukMu, lindungi aku, berikan rahmat dan hidayahMu, Sadarkan keluargaku, tetangga, teman-temanku dan lingkunganku, bapak-bapak asuhku.
Terima kasih kepada orang-orang yang telah merawatku, mohon maaf lebaran kali ini belum sepenuhnya memberikan kebahagian yang sempurna.
Teriring salam dan ucapan “Selamat Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir Bathin”
Yogyakarta, 29 April 2022
-purwadi_stiper-
Sumber berita : Sawitindonesia.com